Jumat, 27 April 2018

POLA KOMUNIKASI DAKWAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK REMAJA



POLA  KOMUNIKASI  DAKWAH  DALAM  PEMBINAAN  AKHLAK  REMAJA

Dalam  landasan  teoritis  ini,  penulis  menghimpun  beberapa  referensi  yang  relevan  dengan  judul  penelitian,  yang  dimaksudkan  untuk  memperkaya  wawasan  penulis  maupun  pembaca.

A.      Pola Komunikasi  Dakwah
Pola  Komunikasi  dakwah  memiliki  objek  yang  sama  dengan  komunikasi  pada  umumnya.  Akan  tetapi,  jika  pembahasan  dititik  beratkan  pada  aspek  dakwah,  objek  komunikasi  dakwah  sama  dengan  objek  yang  menjadi  pokok  pembicaraan  dalam  ilmu  dakwah.
Pola  Komunikasi  dan  pola  komunikasi  dakwah  sepintas  memang  tampak  sama,  atau  berhimpitan  antara  satu  sama  lain.  Namun,  dalam  aktivitasnya  dilihat  dari  konteks  ilmu,  kedua  istilah  itu  berbeda.  Pola  komunikasi  dan  pola  komunikasi  dakwah  merupakan  suatu  disiplin  ilmu  tersendiri.  Ilmu  komunikasi  dan  ilmu  komunikasi  dakwah,  keduanya  memiliki  objek  masing-masing,  baik  objek  formal  maupun  material.

1.        Pengertian Komunikasi
Secara  etimologis  (lughawy),  komunikasi  (communication)  berasal  dari  Bahasa  latin,  yaitu  communicare,  communis,  dan  communico  yang  masing-masing  mempunyai  makna  yang  berbeda  namun  dalam  konteks  yang  sama.  Communicare  artinya  to make  common  -  membuat  kesamaan  pengertian,  persamaan  persepsi.  kata  latin  communis  yang  berarti  sama.  Sama  disini  adalah  dalam  pengertian  sama  makna.  Dan  kata  latin  communico  yang  artinya  membagi.  Maksudnya  membagi  gagasan,  ide,  atau  pikiran.[1]
Dalam  KBBI  (kamus  besar  bahasa  Indonesia) mengartikan  komunikasi  sebagai  ”pengiriman  dan  penerimaan  pesan  atau  berita  antara  dua  orang  atau  lebih  sehingga  pesan  yang  dimaksud  dapat  diahami”.  Adapun  secara  sederhana  komunikasi  dapat  didefinisikan  sebagai  proses  penyampaian  informasi  atau  pesan  oleh   komunikator  kepada  komunikan  melalui  sarana  tertentu  dengan  tujuan  tertentu.[2]
adapun  pengertian  komunikasi  menurut  para  ahli  memberikan  beberapa  batasan-batasan  antara  lain  sebagai  berikut:
Pertama  menurut  Everett  M.  Rogers:  komunikasi  adalah  proses  dimana  suatu  ide  dialihkan  dari  sumber  kepada  suatu  penerima  atau  lebih,  dengan  maksud  untuk  mengubah  tingkah  laku  mereka.[3]  Kedua,   Bernarld  Berelson  dan  Gery  A  Steiner:  komunikasi  adalah  transmisi  informasi  gagasan,  emosi,  keterampilan  dan  sebagainya  dengan  menggunakan  simbol-simbol,  kata-kata,  gambar,  serta  grafik,  dan  sebagainya.  Ketiga,  Carl  L.  Havland:  komunikasi  adalah  proses  yang  memungkinkan  seseorang  (komunikan)  menyampaikan  ransangan  (biasanya  berupa  lambang-lambang  verbal)  untuk  mengubah  perilaku  orang  lain  (communicate).  Keempat,  Gerald  R.  Miller:  komunikasi  terjadi  ketika  suatu  sumber  menyampaikan  suatu  pesan  kepada  penerima  dengan  niat  yang  disadari  untuk  mempengaruhi  perilaku penerima.[4]
Pengertian  komunikasi  paling  populer  datang  dari  Harold  Lasswell,   Komunikasi  pada  dasarnya  merupakan  suatu  proses  yang  menjelaskan  siapa  (who),  mengatakan  apa  (says  what),  dengan  saluran  apa  (in  which  channel),  kepada  siapa  (to  whom)  dan  dengan  akibat  atau  hasil  apa  (with  what  effect).[5]
Teori  ini  menerangkan  proses  komunikasi  dengan  analisis  sebagai  berikut:
1.    Who? (siapa/sumber)
komunikator  adalah  pelaku  utama  atau  pihak  yang  mempunyai  kebutuhan  untuk  berkomuikasi  atau  yang  memulai  suatu  komunikasi,  bisa  seorang  individu,  kelompok,  organisasi,  maupun  suatu  negara  sebagai  komunikator.

2.    Says  what?  (pesan)
Apa  yang  akan  disampaikan  atau  dikomunikasikan  kepada  penerima  (komunikan), dari  sumber  (komunikator)  atau  isi  informasi.  Merupakan  seperangkat  symbol  verbal  atau  non verbal  yang  mewakili  perasaan,  nilai,  gagasan. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,  symbol  untuk  menyampaikan  makna,  dan  bentuk atau  organisasi  pesan.

3.      In  Which  Channel?  (saluran/media)
Wahana  atau  alat  untuk  menyampaikan  pesan  dari  komunikator  (sumber)  kepada  komunikan  (penerima)  baik  secara  langsung  (tatap muka),  maupun  tidak  langsung  (melalui  media  cetak  atau  elektronik  dan  lain-lain).

4.      To  Whom?  (untuk  siapa/penerima)
Orang,  kelompok,  organisasi,  suatu  negara  yang  menerima  pesan  dari  sumber.  Disebut  tujuan  (destination),  pendengar  (listener),  khalayak  (audience),  komunikan.

5.      With  What  Effect?  (dampak/efek)
Dampak  atau  efek  yang  terjadi  pada  komunikan  (penerima)  setelah  menerima  pesan  dari  sumber,  seperti  perubahan  sikap,  bertambahnya  pengetahuan,  dan  lain-lain.[6]

Dalam  pelaksanaannya,  komunikasi  dapat  dilakukan  secara  primer  (lansung)  maupun  secara  skunder  (tidak  lansung).  Kegiatan  komunikasi  pada  prinsipnya  adalah  aktivitas  pertukaran  ide  atau  gagasan  secara  sederhana,  dengan  demikian  kegiatan  komunikasi  itu  dapat  dipahami  sebagai  kegiatan  penyampaian  pesan  atau  ide,  arti  dari  satu  pihak  kepihak  lain  dengan  tujuan  untuk  komunikasi  tersebut  menghasilkan  kesepakatan  bersama  terhadap  pesan  atau  ide  yang  disampaikan.
Kedudukan  komunikasi dalam  islam  mendapat  tekanan  yang  cukup  kuat  bagi  manusia  sebagai  anggota  masyarakat  dan  sebagai  makhluk  tuhan.  Dalam  al-qur’an  terdapat  banyak  sekali  ayat  yang  menggambarkan  tentang  proses  komunikasi.  Salah  satu  diantaranya  dialog  yang  terjadi  pertama  kali  antara  Allah  subhanahu  wa  ta’ala,  malaikat,  dan  manusia.  Dialog  tersebut  sekali  gus  menggambarkan  sala  satu  potensi  manusia  yang  dianugrahkan  Allah  SWT.[7] Potensi  tersebut  dapat  dilihat  dalam  Firman  Allah  SWT  Q.S.  Al-Baqarah  ayat  31-33:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُٱلۡحَكِيمُ ٣٢ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ٣٣

Artinya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?. (Q.S. Al-Baqarah 2: 31-33)

Ayat  diatas,  mengimformasikan  bahwa  sesungguhnya  manusia  dianugrahkan  Allah  SWT.  Potensi  untuk  mengetahui  nama  atau  fungsi  dan  karakteristik  benda-benda  disekitarnya.  Salah  satu  keistimewaan  manusia  adalah  kemampuannya  mengekspresikan  apa  yang  terlintas  dalam  benaknya  serta  kemampuannya  menagkap  bahasa  sehingga mengantarkan  manusia  untuk  mengetahui.[8]

2.        Pengertian  Komunikasi  Dakwah
komunikasi  dakwah  dalam  definisinya  tidak  jauh  berbeda  dengan  komunikasi  secara umumnya,  namun  komunikasi  dakwah  lebih  mengajak  atau  menyeru  dalam  kebaikan.  Dilihat  dari  pengertian  dakwah  itu  sendiri  secara  etimologi  menurut  para  ahli  bahasa,  dakwah  berakar  kata  da’a  -  yad’u  -  da’watan,  artinya  mengajak  atau  menyeru.[9]
Warson  Munawwir,  menyebutkan  bahwa  dakwah  artinya  adalah  memanggil  (to call),  mengundang  (to invite),  mengajak  (to summon),  menyeru  (to  propose),  mendorong  (to  urge),  dan  memohon  (to  pray).[10]
Secara  termonologi  dakwah  adalah  mengajak  atau  menyeru  manusia  agar  menempuh  kehidupan  di  jalan  Allah  SWT,  berdasarkan  firman  Allah  SWT  Q.S  An-Nahl  ayat  125:
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S.  An-Nahl 16:125)
Setiap  perkataan,  pemikiran,  atau  perbuatan  yang  secara  eksplisit  ataupun  implisit  mengajak  orang  kearah  kebaikan  (dalam  perspektif  Islam),  perbuatan  baik,  amal  saleh,  atau  menuju  kebenaran  dalam  bingkai  ajaran  Islam,  dapat  disebut  dakwah.[11]
Adapun  menurut  pandangan  beberapa  pakar  ilmuwan  adalah  sebagai  berikut:
a)      Bakhial  khuali:  ”dakwah  adalah  suatu  proses  menghidupkan  peraturan-peraturan  Islam  dengan  maksud  memindahkan  umat  dari  satu  keadaan  kepada  keadaan  lain.”[12]
b)      Syekh  Ali  Mahfudz: dakwah  adalah  mengajak  manusia  untuk  mengerjakan  kebaikan  dan  mengikuti  petunjuk,  menyuruh  mereka  berbuat  baik  dan  melarang  mereka  dari  perbuatan  jelek  agar  mereka  mendapat  kebahagiaan  di  dunia  dan  akhirat.[13]
c)      Prof. Toha  Yahya  Omar, M.A.:  “mengajak  manusia  dengan  cara  bijaksana  kepada  jalan  yang  benar  sesuai  dengan  perintah  tuhan,  untuk  keselamatan  dan  kebahagiaan  mereka  di  dunia  dan  akhirat.”[14]
d)     Prof.  H.M.  Arifin,  A.Ed:  “dakwah  mengandung  pengertian  sebagai  suatu  kegiatan  ajakan  baik  dalam  bentuk  lisan,  tulisan,  tingkah  laku  dan  sebagainya  yang  dilakukan  secara  sadar  dan  berencana  dalam  usaha  mempengaruhi  orang  lain  baik  secara  individual  maupun  secara  kelompok  agar  timbul  dalam  dirinya  sesuatu  pengertian,  kesadaran,  sikap,  penghayatan  serta  pengamalan  terhadap  ajaran  agama  sebagai  message  yang  disampaikan  kepadanya  dengan  tanpa  adanya  unsur-unsur  pemaksaan.”[15]
e)      Ibnu  Taimiyah:  Dakwah  merupakan  suatu  proses  usaha  untuk  mengajak  agar  orang  beriman  kepada  Allah,  percaya  dan  mentaati  apa  yang  telah  diberitakan  oleh  rasul  serta  mengajak  agar  dalam  menyembah  kepada  Allah seakan-akan  melihatnya.[16]
Dari  pengertian  dakwah  oleh  beberapa  pakar  ilmuwan  diatas  dapat  didefinisikan  bahwa  komunikasi  dakwah  adalah  proses  penyampaian  dan  informasi  Islam   untuk  memengaruhi  komunikan   (objek   dakwah,  mad’u)  agar  mengimani,  mengilmui,  mengamalkan,  menyebarkan,  dan  membela  kebenaran  ajaran  islam.
Komunikasi  dakwah  sangat  memperhatikan  tatanan  komunikasinya  sehingga  lebih  lembut,  komunikatif  dan  dapat  mengatasi  berbagai  perbedaan  kultur.  Sekat-sekat  keagamaan  menjadi  cair  dan  yang  lebih  ditonjolkan  adalah  nuansa  kebeningan  hati  sehingga  dapat  menemukan  jati  diri  dan  nuansa  kebersamaannya.[17]
Dakwah  adalah  sesuatu  yang  tidak  bisa  dipisahkan  dari  komunikasi  karena  dakwah  menggunakan  komunikasi  sebagai  sarananya  untuk  menyampaikan  pesan-pesan  dakwah.  Dalam  penyampaian  pesan-pesan  keagamaan  menggunakan  simbol-simbol  verbal dan  nonverbal.  Symbol-simbol  verbal  merupakan  ucapan  dan  tulisan  yang  lazim  dimengerti,  adapun  symbol-simbol  dalam  dunia  dakwah  mengacu  pada  gerak,  raut  wajah,  pakaian,  tindakan,  atau  perilaku,  dan  situasi  lingkungan,  sesuatu  yang  bermakna  selain  mekanisme  linguistik.[18]

3.        Unsur-unsur Komunikasi Dakwah
Dalam  perspektif  komunikasi,  aktivitas  dakwah  adalah  kegiatan  penyampaian  ajaran  agama,  dan  pesan-pesan  informasional  yang  memerlukan  kesamaan  unsur-unsur  yang  perlu  diperhatikan  oleh  para  pelaku  komunikator  dakwah.  Oleh  karena  itu  komunikasi  dakwah  dapat  berlansung  bila  terdapat  unsur (komponen)  yang  mendukung  proses  komunikasi  dakwah.  Dalam  Unsur  komunikasi  dakwah  ada  yang  bersifat  inti  dan  ada  pula  yang  bersifat  pendukung.  Apa  bila  komponen  dakwah  inti  tidak  ada,  komunikasi  dakwah  tidak  berjalan.  Berbeda  halnya  dengan  unsur  pendukung  pada  komunikasi  dakwah  apa  bila  unsur  pendukung  komunikasi  tidak  ada  hanya  akan  mengurangi  efektivitas  dakwah,  namun  komunikasi  dakwah  tetap berjalan.[19]
Adapun  yang  disebut  komponen  inti  dalam  komunikasi  dakwah  yaitu  komunikator  dakwah  (Dai);  komunikan  dakwah  (mad’u);  pesan  dakwah  (materi  dakwah);  metode  komunikasi  dakwah.  Sedangkan  untuk  mendukung  plaksanaan  dakwah  diperlukan  komponen  yang  lain,  seperti organisasi  (institusi);  ekonomi,  social,  dan  budaya;  serta  iklim  yang  menunjang,  baik  secara  local,  regional,  nasional,  maupun  internasional.[20]

Komponen  Inti  komunikasi  dakwah.
a.      Komunikator  dakwah  (da’i)
Dalam  konteks  komunikasi  dakwah,  da’i  adalah  individu  yang menyampaikan  pesan-pesan  keagamaan.[21]  Secara  istilah,  da’iadalah  orang  Islam  yang  secara  syari’at  mendapat  beban  dakwah  mengajak  kepada  agama  Allah.  Maka  tidak  diragukan  lagi  bahwa  definisi  ini  mencangkup  dari  rasul,  ulama,  penguasa  setiap  muslim,  baik  laki-laik  maupun  perempuan.  berhasil  atau  tidaknya  suatu  dakwah  Islam,  sangat  bergantung  pada  pribadi  sang  pembawa  dakwah  (da’i)  itu  sendiri.  Oleh sebab  itu  seorang  da’i yang  berkepribadian  menarik,  sedikit  banyak  akan  mendukung  keberhasilan dakwah  yang disampaikan.[22]
Dalam  kepribadian  seorang  da’i  baik  bagi  mereka  yang  sedang  dalam  proses  pembentukan  maupun  mereka  yang  telah  terjun  kelapangan,  tidaklah  dapat  melepaskan  dirinya  dari  dua  bekal  utama  yaitu  ilmu  dan  akhlak.  Kedua-duanya  menjadi  amunisi  bagi  da’i  dalam  aktivitasnya.
Dalam  akhlaknya  seorang  da’i  dituntut  menjadi  kepribadian  yang  ihsan  (baik)  dalam  lingkungan  masyarakat  maupun  keluarga,  dari  pergaulan  maupun  pekerjaannya.  Mampu  mencerminkan  sikap  dan  prilaku  yang  dapat  menjadi  panutan  sehingga  menjadi  figur  telandan  yang  dapat  dijadikan  rujukan  dalam  menyelesaikan  berbagai  persoalan  hidup.  Seseorang  harus  memiliki  kepribadian  yang  ihsan  bisa  dilihat  dalam  ayat-ayat  Al-Qur’an  salah  satunya  Firman  Allah  Al-Maidah  ayat 8:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَ‍َٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ٨
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah 5:8)

Dari  ayat  diatas  dapat  mewakili  bahwa  wajib  bagi  para  da’i agar berdakwah  ke  jalan  Allah  azza  wa  Jalla  dengan  kesabaran,  keteguhan,  dan  dengan  penuh  hikmah.  Apabila  obyek  dakwah  (mad’u)  memiliki  sifat  kasar  dan  suka  menentang,  maka  hendaklah  dakwah  kepadanya  dengan  mau’izhah  hasanah  (nasehat  yang  baik),  dan  dengan  ayat-ayat  dan  hadits-hadits  yang  berupa  al-Wa’zh  (nasehat),  danat-targhib  (motivasi).  Apabila  mad’u  itu memiliki  syubhat  maka  bantahlah  dirinya  dengan  cara  yang  lebih  baik  dan  jangan  bersikap  keras  padanya,  bersabarlah  padanya  dan  jangan  tergesa-gesa  dan  jangan  memperlakukannya  dengan  kasar.[23]
Adapun  dalam  segi  ilmu,  seorang  da’i  harus  mengetahui  syari’at  Allah  SWT  dan  hukum-hukum  yang  berkaitan  dengan-Nya,  sehingga  mampu  berdakwah  diatas  ilmu  dan  hujjah.  Allah  telah  menjelaskan  dalam firmannya Q.S. Yusuf, ayat 108:
قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ١٠٨
Artinya:
“Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”  (Q.S. Yusuf 12:108)
Makna  bashirah  dalam  ayat  ini  ialah  ilmu.  Yang  dengan  ilmu  ini  seorang  da’i  mampu  mempertahankan  apa  yang  didakwahkannya  dari  segala  bentuk  syubhat  ataupun  kekacauan.  Menegakan  hujjah  terhadap  para penentangnya,  sehingga  kebenaran  bisa  diterima  dengan  izin  Allah  SWT.  Orang  tidak  memiliki  ilmu,  tidaklah  pantas  untuk  menjadi  seorang  da’i,  karena  akan  lebih  banyak  membuat  kerusakan  dibanding  kebaikan.  Tanpa  memiliki  ilmu  maka  runtuhlah  da’i  itu  dihadapan  kebatilan  yang  disebabkan  karena  kejahilannya  atas  apa  yang  didakwahkannya.     

b.      Komunikan  dakwah  (Mad’u)
Komunikan dakwah  (mad’u)  merupakan  sasaran  dakwah  yang  tertuju  pada masyarakat  luas,  mulai  diri  pribadi,  keluarga,  kelompok,  baik  yang  menganut  Islam  maupun  tidak,  dengan  kata  lain  manusia  keseluruhan.  Sejalan  dengan  firman  Allah  SWT  dalam  Q.S.  Saba’  28:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٢٨
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”  (Q.S. Saba’ 34:28)
Salah  satu  makna  hikmah  dalam  menempatkan  komunikasi  dakwah  adalah  menempatkan  manusia  sesuai  dengan  kadar  yang  telah  ditetapkan  Allah.  Disaat  terjun  dimasyarakat,  melakukan  kontak  dengan  seseorang  mad’u,  da’i  yang  baik  harus  mempelajari  terlebih  dahulu  data  riil  tentang  pribadi  yang  bersangkutan.
Ada 2  potensi  dalam diri  mad’u  yang  dapat  dijadikan  acuan  oleh  komunikator  dakwah  dalam  menyampaikan  pesannya  yang  bisa  digunakan   sebagai  pendekatan  dalam  komunikasi  dakwah,  yaitu:
1)      kemampuan  berpikir  (rasio),  mengarah  kepada  sampai  seberapa  jauh  komunikann  senang  berpikir  mendalam.  Dan
2)      kemampuan  merasa  (perasaan),  mengarah  kepada  apakah  komunikan  lebih  senang  imbauan  emosional  pesan-pesan  yang  mengembirakan  atau  pesan  yang  sedih.[24]
Sedangkan  berdasarkan  sikapnya,  mad’u  dapat  diklasifikasikan  menjadi  beberapa   bagian[25]  yaitu:
1)      Al-mala’  (penguasa)  adalah  kaum  eksekutif  masyarakat  yang  memiliki  pengaruh  besar  hal  demikian  karena  kemampuan  mereka  untuk  mengakomodasi  masa  dan  pengaruhnya  dalam  membentuk  opini-opini  public.
2)      Jumhur  An-nas  (mayoritas  masyarakat)  adalah  orang  yang  paling  tanggap  menerima  seruan  dan  ajakan  dakwah. Jumhur  An-nas  ini  dapat  ditinjau  dari  dua  perspektif  historis  dan  psikologisnya.  Ditinjau  dari  perspektif  historis,  mayoritas  manusia  yang  merupakan  kaum  lemah  secara  factual  adalah  mereka  yang  paling  simpatik  dan  cepat  menerima  seruan  dakwah  para  rasul.  Adapun dari perspektif psikologis mayoritas manusia yang merupakan kaum yang lemah adalah mereka yang selalu melawan penindasan kaum penguasa. Dalam kondisi ini, mereka senantiasa mendambakan tampilnya sosok yang berani bersama-sama memperjuangkan nasib mereka.
3)      Al-munafikun  (orang-orang  munafik)  adalah  orang-orang  yang  menentang  dakwah  namun  tidak  terlihat.
4)      Pelaku  maksiat  addalah  mereka  yang  secara  latin  masih  memiliki  pijakan  yang  kuat  dalam  agama.
Dilihat  dari  penjelasan  apa  yang  ada  di  mad’u,  maka  dalam  keadaan  tetentu  seorang  mad’u  bisa  mengubah  tingkah  lakunya.  Dalam  hal  ini  salah  satunya  bisa  dipengaruhi  dari  kata-kata  tertentu  yang  mempunyai  kekuatan  tertentu  dalam  mengubah  tingkah  laku  manusia.[26]

c.       Pesan  dakwah  (materi  dakwah)
Pesan  komunikasi  dakwah  ialah  berupa  nilai-nilai  keagamaan  oleh  komunikator  disampaikan  kepada  komunikan  yang  bersumber  dari  ajaran  Islam,  baik  yang  diambil  dari Al-qur’an  maupun  Sunnah.  Dalam  al-Qur’an  ada  2  (dua)  jenis  pesan:
1)      Pesan  yang  maknanya  memanggil  akal  atau  dalam  al-Qur’an  diistilahkan  sebagai  pendayagunaan  akal,  seperti  kalimat  afala  ta’qilun  (tidakkah  ngkau  memikirkan).  dimana  kecenderungannya  memanfaatkan  potensi  pancaindra,  dan  kemudian  diproses  oleh  akal  (reason).
2)      Pesan  yang  maknanya  menghimbau  rasa  serta  hati  atau  dalam  istilah  al-Qur’an  disebut  pendayagunaan  rasa,  seperti  kalimat  afala  tasy’urun  (tidakkah  ngkau  merasakan).  Rasa  dan  rasio  sebagai  landasan  berpijak  bagi  perancang  pesan-pesan  komunikator  dakwah.[27]
 Dalam  implementasinya, pesan-pesan  komunikasi  dakwah  akan  memberikan  motivasi  baik  yang  bersifat  rasional  maupun  yang  bersifat  emosional.  Namun  kekuatan  motivasi  yang  sebenarnya  dalam  diri  manusia  bukanlah  pada  rasio,  malainkan  emosi.  Karena  setiap  komunikator  dakwah  yang  bermaksud  mengubah  tatanan  yang  ada  atau  membangun  sebuah  tatanan  tidak  akan  bisa  melangkah  maju  tanpa  membangkitkan  emosi  komunikannya.[28]
Term  Qaulan  sadida  merupakan  persyaratan  umum  suatu  pesan  dakwah  untuk  memilih  kata  yang  tepat  mengenai  sasaran  sesuai  dengan  field  of  experience  (lingkungan  pengalaman)  dan   frame  of  reference  (kerangka  pandangan)  komunikan  telah  dilansi  dalam  beberapa  bentuk  oleh  al-Qur’an  diantaranya:
1)      Qaulan  Baligha  (perkataan  yang  membekas  pada  jiwa)
Ungkapan  kaulan  baligha  terdapat  pada  surat  an-Nisa  ayat  63  dengan  firmannya:
أُوْلَٰٓئِكَٱلَّذِينَ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمۡ فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ وَعِظۡهُمۡ وَقُل لَّهُمۡ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ قَوۡلَۢا بَلِيغٗا ٦٣
Artinya:
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”(Q.S. an-Nisa 4: 63)
Yang  dimaksud  ayat  di  atas  adalah  perilaku  orang  munafik,  ketika  diajak  untuk  memahami  hukum  Allah,  mereka  menghalangi  orang  lain  untuk  patuh.  Kalau  mereka  mendapat  musibah  atau  kecelakaan  karena  perbuatan  mereka  sendiri,  mereka  datang  memohon  perlindungan  atau  bantuan.  Karena  itu,  Qaulan  baligha  dapat  diterjemahkan  kedalam  komunikasi  yang  efektif.  Menurut  kata  asalnya  Baligha  artinya  sampai  atau  fashih.  Jadi  untuk  orang  munafik  tersebut  diperlukan  komunikasi  efektif  yang  bisa  menggugah  jiwanya.  Bahasa  yang  dipakai  adalah  Bahasa  yang  akan  mengesankan  atau  membekas  pada  hatinya.  Sebab  dihatinya  banyak  dusta,  khianat  dan  ingkar  janji.  Kalau  hatinya  tidak  tersentuh  sulit  mendudukannya.
Jalaludin  Rahmat  memerincikan  pengertian  qaulan  baligha  tersebut  menjadi  dua,  qaulan  baligha  terjadi  apa  bila  da’I  menyesuaikan  pembicaraannya  dengan  sifat-sifat khalayak  yang  dihadapinya  sesuai  dengan  frame  of  refence  and  field  of  experience.  Kedua,  qaulan  baligha  terjadi  apa  bila  komunikator  menyentuh  khalayaknya  pada  hati  dan  otaknya  sekaligus.
2)      Qaulan  Layyinan  (Perkataan  yang lembut)
Term  Qaulan  Layyinan  teerdapat  dalam  surah  Thaha  ayat  43-44  secara  harfiah  berarti  komunikasi  yang lemah lembut  (layyin):
ٱذۡهَبَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ, فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ ٤٤

Artinya:
“Pergilah  kamu  berdua  kepada  Fir´aun,  sesungguhnya  dia  telah  melampaui  batas.  Maka  berbicaralah  kamu  berdua  kepadanya  dengan  kata-kata  yang  lemah  lembut,  mudah-mudahan  ia  ingat  atau  takut"(Q.S. Thaha  20: 43-44)
Berkata  lembut  tersebut  adalah  perintah  Allah  kepada  Nabi  Musa  dan  Harun  supaya  menyampaikan  Tabsyier  dan  Inzar  kepada  Fir’aun  dengan  qaulan  layyina  karena  ia  telah  menjalani  kekuasaan  melampaui  batas,  Musa  dan  Harun  sedikit  khawatir  menemui  Fir’aun  yang  kejam.  Tetapi,  Allah  tau  dan  memberi  jaminan.
قَالَ لَا تَخَافَآۖ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسۡمَعُ وَأَرَىٰ ٤٦

Artinya:
"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat" (Q.S. Thaha 20: 46)

3)      Qaulan  Ma’rufat  (perkataan  yang  baik)
Qaulan  ma’rufat  dapat  diartikan  dengan  ungkapan  yang  pantas.  Salah  satu  pengertian  ma’rufat  secara  etimologis  adalah  al-khair  atau  ihsan,  yang  berarti  baik-baik.[29]  Jadi  qaulan  ma’rufat  mengandung  pengertian  perkataan  atau  ungkapan  yang  pantas  dan  baik,  dengan  pembicaraan  yang  bermanfaat,  memberikan  pengetahuan,  mencerahkan  pemikiran,  menunjukan  pemecahan  terhadap  kesulitan  kepada  orang  lemah,  jika  kita  tidak  dapat  membantu  secara  material,  kita dapat membantu  psikologis.[30]  Allah  menggunakan  frase  ini  ketika  berbicara  tentang  kewajiban  orang-orang  kaya  atau  orang  kuat  terhadap  orang-orang  yang  miskin  atau  lemah.  Di  dalam  al-Qur’an  ungkapan  qaulan  ma’rufat  dapat  ditemukan  dalam  beberapa  surah  salah  satunya:
وَلَا تُؤۡتُواْ ٱلسُّفَهَآءَ أَمۡوَٰلَكُمُ ٱلَّتِي جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمۡ قِيَٰمٗا وَٱرۡزُقُوهُمۡ فِيهَا وَٱكۡسُوهُمۡ وَقُولُواْ لَهُمۡ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٥
Artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”(QS. an-Anisa 4: 5)

Ayat  diatas  qaulan  ma’rufat  yang  berkonotasi  kepada  pembicaraan-pembicaraan  yang  pantas  bagi  seorang  yang  belum  dewasa  atau  belum  cukup  akalnya  atau  orang  dewasa  tapi  tergolong  bodoh.  Kedua  orang  ini  tentu  tidak  siap  untuk  menerima  perkataan  bukan  ma’ruf  karena  otaknya  tidak  cukup  siap  menerima  apa  yang  disampaikan.  Justrus  yang  menonjol  adalah  emosinya.
4)    Qaulan  Maisura  (Perkataan  yang  ringan)
Sebagai  Bahasa  komunikasi,  qaulan  maisura  artinya  perkataan  yang mudah  diterima,  dan  ringan,  yang  pantas,  yang  tidak  berliku-liku.  Dakwah  dengan  qaukan  maisura  artinya  pesan  yang  disampaikan  itu  sederhana,  mudah  dimengerti,  dan  dapat  dipahami  secara  spontan  tanpu  harus  berpikir  dua  kali.  Pesan  dakwah  model  ini  tidak  memerlakukan  dalil  naqli maupun  argumen-argumen logika.[31]
5)      Qaulan  Karima(Perkataan  yang  mulia)
Dakwah  dengan  qaulan  karima  sasarannya  adalah  orang  yang  telah  lanjut  usia, pendekatan  yang  digunakan  adalah  dengan  perkataan  yang  mulia, santun,  penuh penghormatan  dan  penghargaan  tidak  menggurui,  tidak  perlu  retorika  yang  meledak-ledak.[32]  Didalam  al-Qur’an  term qaulan  karima  terdapat  pada  surah  al-Isra’ ayat  23:
۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. al-Isra’  17: 23)

          Dalam  perspektif  dakwah qaulan  karima  diperlakukan  jika  dakwah  itu  tertujukan  kepada  kelompok  orang  yang  sudah  masuk  kategori  usia  lanjut.  Seorang  da’i  dalam  komunikasi  dengan  lapisan  mad’u  yang  sudah  masuk  kategori  usia  lanjut,  haruslah  bersikap  seperti  orang  tuan  sendiri,  yakni  hormat  dan  tidak  berkata  kasar  kepada  mereka.  Karena  manusia  meskipun  sudah  mencapai  usia  lanjut  bisa  saja  berbuat  salah,  atau  melakukan  hal-hal  yang  sesat  menurut  ukuran  agama.

d.      Metode  komunikasi  dakwah
Dari  segi  bahasa metode  berasal  dari  dua  perkataan yaitu  “meta”  (melalui)  dan  “hodos”  (jalan,  cara).[33]  Sumber  yang  lain  menyebutkan  bahwa  metode  berasal  dari  Bahasa  Jerman  metbodica  artinya  ajaran  tentang  metode.  Dalam  Bahasa  Yunani  metode  berasal  dari  kata  metbodos  metbodos  artinya  jalan  yang  dalam  Bahasa  Arab  disebut  thariq.[34]Dengan  demikian  metode  dapat  diartikan  cara  atau  jalan  yang  harus  dilalui  untuk  mencapai  suatu  tujuan.  Dan  apa bila  diartikan  secara  bebas  metode  adalah  cara  yang  telah  diatur  dan  melalui  proses  pemikiran  untuk  mencapai  suatu  maksud.
Oleh  karena  itu  metode  dalam  komunikasi  dakwah  adalah  metode  yang   merupakan  tekni,  jalan  yang  digunakan  komunikator  untuk  menyampaikan  pesan-pesannya  terhadap  komunikannya.  Pada  setiap  komunikasi  dakwah  yang  dilakukan,  komunikator  mempertimbangkan  secara  cermat  kondisi  dan  kemampuan  komunikannya,  misalnya  dalam  hal  kemampuan  berpikir,  setiap  setiap  jamaah  ada  yang  senang  berpikir  mendalam,  namun  ada  yang  berpikir  senang  berpikir  sedang,  dan  ada  juga  yang  tidak  senang  berpikir  mendalam.[35]
Faktor  Komunikan  penting  untuk  diketahui  komunikator  secara  saksama  agar  dapat  menyelami  kondisi  empirik  yang  ada  di  medan  dakwah.  pesan-pesan  disesuaikan  dengan  kapasitas  serta  karakter  komunikan,  dan  komunikator  dalam  menyampaikan  pesan-pesannya  harus  secara  bijak  kepada  setiap  penerima  dakwah  sesuai  akidah,  intelektualitas,  kedudukan dan  kondisi  mereka.  Suatu  pesan  yang  jelas  memerlukan  perincian,  pesan  mana yang  disenangi  dan  cocok  buat  suatu  kelompok  masyarakat  sehingga  memperoleh  sambutan,  serta  pesan  mana  yang  kurang  mengena  dan  tidak  disenangi.[36]
Komunikator  dakwah  dapat  menggunakan  3  (tiga)  metode  komunikasi  dakwah  yaitu:


1)    Al-Hikmah (bijaksana)
Sebagai  metode  dakwah  al-hikmah  diartikan  bijaksana,  akal  budi  yang  mulia,  dada  yang  lapang,  hati  yang  bersih,  menarik  perhatian  orang  kepada  agama  atau  tuhan.  Al-hikmah  juga  berarti  pengetahuan  yang  dikembangkan  dengan  tepat  sehingga  menjadi  sempurna  yang  mencangkup  kecakapan  manajerial,  kecermatan,  kejernihan,  pikiran  dan  ketajaman  pikiran.
2)    Al-Maw’idhah al-Hasanah
(pelajaran  yang  baik)Memberikan  nasehat  kepada  orang  lain  dengan  cara  yang  baik,  yaitu  petunjuk-petunjuk  ke  arah  kebaikan  dengan  Bahasa  yang  baik,  dapat  diterima,  berkenan  di hati,  menyentuh  perasaan,  lurus  di pikiran,  menghindari  sikap  kasar  dan  tidak  mencari  atau  menyebut  kesalahan  audiens  sehingga  pihak  objek  dakwah  dengan  rela  hati  dan  atas  kesadarannya  dapat  mengikuti  ajaran  yang  disampaikan  oleh  pihak  subjek  dakwah.  Jadi,  dakwah  bukan  propaganda.
3)    Al-jidal  allati  hiya  ahsan  (perdebatan,  diskusi  dengan  cara  yang  terbaik)
Al-jidal  allati  hiya  ahsan   merupaka cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah manakala kedua cara terakhir yang digunakan untuk orang-orang yang tarafberpikir cukup maju, dan kritis seperti ahli kitab yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan sebelumnya. Oleh karena itu, al-Qur’an juga memberikan perhatian khusus kepada ahli kitab, yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik. Firman Allah SWT:
وَلَا تُجَٰدِلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنۡهُمۡۖ

Artinya:
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka"(Q.S. Al-Ankabut 29: 46)

Komponen  pendukung  komunikasi  dakwah
Komponen  pendukung  komunikasi  dakwah  adalah  membantu  mengefektifkan  dalam proses  komunikasi  dakwah.  Adapun  komponen   pendukung komunikasi  dakwah  antara  lain:
a.      Organisasi  (Institusi)
Organisasi  dakwah  diperlukan  untuk  menunjang  agenda  dakwah.  Lapisan  masyarakat  yang  luas  dapat  dilayani  secara  serentak  ketika  para  pelaku  dakwah  menggunakan  organisasi  dakwah  sebagai  pelaku  dakwahnya.

b.      Ekonomi,  social,  dan  budaya
Ekonomi,  social,  dan  budaya  berfungsikan  sebagai  penunjang  langkah  dakwah  agar  para  pelakukan  dakwah  dapat  tetap  eksis  di  tengah  kehidupan  yang  hangar  bingar  ini,  yang  sebagiannya  telah  mengagungkan  materi.



c.       Iklim  yang  menunjang
Iklim  yang  menunjang  di  dalam  negeri  maupun  di  luar  negeri  menjadi  suatu  kondisi  yang  dapat  diperhitungkan  dalam  mengoperasionalkan  agenda  komunikasi  dakwah.  Dalam  kondisi  damai,  komunikasi  dakwah  dapat  berjalan  dengan  lancar  dan  baik.  Namun  kondisinya  dalam  keadaan  perang,  jamaahnya  juga  ikut  ambil  bagian  dalam  mempertahankan  negerinya  dari  invasi  militer  asing.

B.     Pembinaan  Akhlak  Remaja
1.      Pengertian pembinaan
Pembinaan  adalah  kata  benda  yang  akar  katanya  adalah  bina,  yang  kata  kerjanya  adalah  membina.  Adapun  membina  sendiri  adalah  memilihara,  mengembangkan  dan  menyempurnakan, sehingga  pembinaan  dapat  diartikan  sebagai  hal  atau  cara  membina.Sedangkan menurut E. Mulyasa dan Zakiah Daradjat sebagai berikut:
a)      E. Mulyasa mengatakan: Pembina adalah hal atau cara membina, memperbaiki, menjaga, dan meningkatkan kinerja.[37]
b)      Zakiah Daradjat bahwa, pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri menambah, meningkatkan dengan mengembangkan ke arah terciptanya martabat; mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.[38]Jadi yang dimaksud dengan pembinaan adalah mempertahankan sesuatu yang sudah baik dan berusaha untuk mengembangkannya.
Membangun kesadaran bagi generasi bukanlah hal yang gampang untuk tercapai secara maksimal, tetapi dalam membina kesadaran yang menjadi hal pokok untuk dibangun. Kesadaran hendaknya disertai niat untuk mengintensifkan pemilikan nilai-nilai dari pada yang sudah dimiliki, sebab dengan cara tersebut akan mampu mewujudkan pemeliharaan yang dinamis dan berkesinambungan.[39]
Membina harus berwujud  suatu konstruksi yang utuh dan hakiki di atas kedalam suatu tatanan nilai yang dilakukannya setiap saat, yaitu pemeliharaan dan dinamisasi. Dinamisasi dimaksudkan agar tatanan nilai tidak hanya  berbentuk satu substansi searah akan menciptakan suatu pekerjaan yang tidak bermanfaat, bahkan sia-sia belaka, sebab tidak ada tatanan yang mendukungnya dari aspek lain.
Dalam  hal  ini  membina  dimaksudkan  adalah  membina  keagamaan  yang  mempunyai  sasaran  pada  generasi  muda,  maka  tentu  aspek  yang  ingin  dicapai  dalam  hal  ini  adalah  sasaran  kejiwaan  setiap  individu,  sehingga  boleh  dikatakan  bahwa  pencapaiannya  adalah  memiliki  ciri  khas  dan  keunikan  tersendiri.  Keunikan  dimaksudkan  tidak  karena  ditentukan  prototipitas  tema  pembahasannya,  melainkan  disebabkan  karena  sasaran  yang  diambil  merupakan  suatu  pengelompokkan  demografis  yang  gencar-gencarnya  mengalami  perubahan  dan  perkembangan  psikologi  kejiwaan  anak.[40]
Membina yang bercorak keagamaan atau keislaman akan selalu bertumpu pada dua aspek, yaitu aspek spiritualnya dan aspek materialnya. Aspek spiritual ditekankan pada pembentukan kondisi batiniah yang mampu mewujudkan suatu ketentraman dan kedamaian di  dalamnya. Dan  dari  sinilah  memunculkan  kesadaran  untuk  mencari  nilai-nilai  yang  mulia  dan  bermartabat  yang  harus  dimilikinya  sebagai  bekal  hidup  dan  harus  mampu  dilakukan  dan  dikembangkan  dalam  kehidupan  sehari-harinya  saat  ini  untuk  menyongsong  kehidupan  kelak,  kesadaran  diri  dari  seorang  remaja  sangat   dibutuhkan  untuk  mampu  menangkap  dan  menerima  nilai-nilai  spiritual  tersebut,  tanpa  adanya  paksaan  dan  intervensi  dari  luar  dirinya.[41]
Sedangkan  pada  pencapaian  aspek  materialnya  ditekankan  pada  kegiatan  kongkrit  yaitu  berupa  pengarah  diri  melalui   kegiatan  yang  bermanfaat,  seperti  organisasi,  olahraga,  sanggar  seni  dan  lain-lainnya.  Kegiatan-kegiatan  yang  bermanfaat  dimaksudkan  agar  mampu  berjiwa  besar  dalam  membangun  diri  dari  dalam  batinnya,  sehingga  dengan  kegiatan  tersebut,  maka  tentu  dia  akan  mampu  memiliki  semangat  dan  kepekatan  yang  tinggi  dalam  kehidupannya.[42]
Mengenai keterikatan pembina keislaman didasarkan pada lokasi dan daerah tertentu, tentu merupakan tantangan tersendiri dalam melakukanpembinaan, sebab membina tersebut akan menemukan beberapa kendala. Namun aspek membinanya akan lebih terfokus dan terarah, bahkan akan memberikan ciri dan corak membina tersendiri.
2.      Pengertian remaja
Kata  remaja  digunakan  untuk  menyebutkan  masa  peralihan  dari  masa  anak  dengan  masa  dewasa,  ada  yang  memberi  istilah  puberty  (Inggris),  puberteit  (Belanda),  adolescere(Latin),  kata bendanya,  adolescentia  yang  berarti  remaja yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”.[43]
Dalam  Islam, secara etomologi, kalimat remaja berasal darimurahaqoh, kata kerjanya adalah raahaqoyang berartial-iqtirab(dekat). Secara terminologi, berarti mendekati kematangan secara fisik, akal, dan jiwa serta sosialnya. Permulaanadolescencetidak berarti telah sempurnanya kematangan, karena dihadapan adolescence, dari 7-10 ada tahun-tahun untuk menyempurnakan kematangan.
Ada yang berpendapat bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada berbeda dengan kelompok manusia yang lain, ada yang berpendapat bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang seringmenyusahkan orang-orang tua. Ada pula yang berpendapat bahwa remaja merupakan potensi manusia yang perlu dimanfaatkan. Akan tetapi, manakala remaja diminta persepsinya, mereka akan berpendapat lain.[44]

3.      Pengertian akhlak
Kata   akhlak  berasal  dari  bahasa  arab  yaitu   Al-Khulk  yang  berarti  tabeat,  perangai,  tingkah  laku,  kebiasaan,  kelakuan.  Menurut  istilahnya,  akhlak  ialah  sifat  yang  tertanam  di  dalam  diri  seorang  manusia  yang  bisa  mengeluarkan  sesuatu  dengan  senang  dan  mudah  tanpa  adanya  suatu  pemikiran  dan  paksaan.[45]  Dalam  KBBI,  akhlak  berarti  budi  pekerti  atau  kelakuan.  Sedangkan  menurut   para ahli,  pengertian  akhlak  adalah  sebagai  berikut:
a)      Ibnu  Maskawaih,  Menurutnya  akhlak  ialah  “hal  linnafsi  daa’iyatun  lahaa  ila  af’aaliha  min  ghoiri  fikrin  walaa  ruwiyatin”  yaitu  sifat  yang  tertanam  dalam  jiwa  seseorang  yang  mendorongnya  untuk  melakukan  perbuatan  tanpa  memerlukan  pemikiran  dan  pertimbangan.
b)      Abu Hamid  Al Ghazali:  Akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
c)      Ahmad bin Mushthafa:  akhlak merupakan sebuah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan, dimana keutamaan itu ialah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan yakni kekuatan berpikir, marah dan syahwat atau nafsu.
d)     Muhammad bin Ali Asy Syariif Al Jurjani:  akhlak merupakan sesuatu yang sifatnya (baik atau buruk) tertanam kuat dalam diri manusia yang darinyalah terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa berpikir dan direnungkan.
Dari beberapa definisi yang disebutkan oleh beberapa pakar diatas, maka kiranya definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut akhlak itu ialah: kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran lebih dulu.
Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu : Pertama , perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi jiwanya, sehari-hari, ”akhlak”kesusilaan atau sopan santun bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah, dan lain sebagainya.[46]


4.      Factor-faktor yang mempengaruhi akhlak remaja
Akhlak  mempunyai  obyek  yang  luas  karena  berkaitan  dengan  perbuatan  dan  tingkah  laku  manusia,  yang  setiap  perbuatan  dan  tingkah  kita  sering  kali  melihat  remaja  terombang-ambing  dalam  gejolak  emosi  yang  tidak  terkuasai  itu,  yang  kadang-kadang  membawa  pengaruh  terhadap  kesehatan  jasmaninya.
Ada  beberapa  faktor  yang  mempengaruhi  terhadap  pembentukan  mental  remaja  yaitu:
a)      Faktor  Intren
Masalah  penting  yang  dihadapi  oleh  anak-anak  yang  sedang  berada  dalam  umur  remaja  cukup  banyak.  Yang  paling  kelihatan  adalah  pertumbuhan  jasmani  yang  cepat.  Perubahan  yang  cepat  inilah  yang  terjadi  pada  fisik  remaja  yang  berdampak  pula  pada  sikap  dan  perhatiannya  terhadap  dirinya.  Ia  menuntut  agar  orang  dewasa  memperlakukannya  tidak  lagi  seperti  kanak-kanak.  Sementara  itu,  ia  merasa  belum  mampu  mandiri  dan  masih  memerlukan  bantuan  orang  tua  untuk  membiayai  keperluan  hidupnya.
Keadaan  emosinya  yang  goncang  sering  kali  diungkapkan  dengan  cara  yang  tajam  dan  sungguh-sungguh.  Kadang  ia  mudah  meledak-ledak  dan  mudah  tersinggung.  Padahal,  mungkin  tanpa  disadarinya,  ia  mudah  menyinggung  perasaan  orang  tuanya.  Sementara  itu  ia  juga  mengalami  perasaan  aneh,  ia  mulai  tertarik  kepada  teman  lawan  jenis.  Akan  tetapi,  karena  perkembangan  tubuhnya  kurang  menarik,  timbul  juga  perasaan  malu.  Akibatnya,  dalam  dirinya  bergejolak  perasaan  galau  yang  tidak  menentu.
b)      Faktor  Ekstern
Masa  remaja  yang  mengalami  banyak  perubahan  yang  terjadi  pada  umur  remaja  awal  itu,  sudah  pasti  membawa  kepada  kegoncangan  emosi.  Kadang-kadang  hal  tersebut  ditambah  pula  dengan  banyaknya  contoh  yang  tidak  baik,  tetapi  membangkitkan  berbagai  berbagai  dorongan  dan  keinginan  yang  mulai  timbul  dalam  dirinya.  Apalagi  dizaman  abad  ke-21  ini  kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  benar-benar  memukau  dan  membuat  manusia  terseret  untuk  ikut  tenggelam  dan  berkecimpung  di  dunia  yang  transparan  tanpa  rahasia.  Manusia  dihadapkan  pada  perubahan  cepat  dalam  berbagai  dimensi  kehidupan,  terbawa  oleh  kemajuan  ilmu  pengetahuan dan  teknologi,  yang  setiap  saat  menawarkan sesuatu  yang  lebih  baru,  lebih  canggih  dan  lebih  menyilaukan  mata.
Adapun  berbagai  hal  yang  disajikan  oleh  teknologi  yang  semakin  canggih  seperti  media  elektronik  dan  media  cetak,  yang  mudah  ditangkap  oleh  remaja.  Mungkin  saja  semua  itu  akan  dijadikan  oleh  remaja  sebagai  alat  identifikasi  diri,  sehingga  mereka  condong  menerima  dan  menirunya.  Seolah-olah  diri  mereka  yang  melakukan  dan  memerankan  adegan  yang  disaksikanya  itu.
Disini letak  bahaya  dan  ancaman  terhadap  kehidupan  beragama  para  remaja  yang  sedang  mulai  mekar,  yang  sedang  menatap  hari  depan  yang  diharapkan  dan  dicita-citakannya.  Kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  pada  dasarnya  baik  dan  berguna  bagi  kemajuan  bangsa.  Tetapi  kemajuan  iptek  itu  telah  ditumpangi  dan  disalah  gunakan  oleh  sebagiaan  manusia  yang  serakah  yang  tidak  beragama,  atau  yang  kehidupanya  ditentukan  oleh  hawa  nafsu  dan  bujukan  setan.
Secara  tidak  terasa,  kaum  muda  Indonesia  terbawa  oleh  arus  yang  sering  didengar  dan  disaksikan  dalam  acara  acara  kebudayaan  yang  ditayangkan  oleh  media  elektronik,  baik  berupa  tayangan  lagu-lagu,  film,  olah  raga  dan  lainya.  Apa  yang  dilihatnya  jauh  lebih  besar  pengaruhnya  dan  lebih  lama  teringat  olehnya,  dan  akan  sering  terbayang  di  ruang  matanya.  Dan  yang  paling  banyak  menjadi  korban  adalah  remaja,  baik  yang  bersekolah  maupun  yang  sudah  bekerja.  Betapa  beraninya  mereka  meminum minuman yangmemabukkan  dan  kemudian  memperkosa  teman  perempuanya.  Ada  juga  wanita  yang  dengan  senang  hati  berbuat  serong  dengan  teman  yang  dicintainya.
c)      Faktor  Lingkungan
Apabila  kita  memperhatikan  remaja  yang  sedang  mengalami  kegoncangan  emosi,  angan-anganya  banyak.  Khayalan  tentang  yang  terlarang  dalam  agama  mulai  muncul,  akibat  pertumbuhan  jasmaninya  yang  mendekati  ukuran  orang  dewasa,  sedangkan  kemampuan  mengendalikan  diri  lemah.  Akibatnya  terjadi  kegoncangan  emosi,  walaupun  kemampuan  pikir  telah  matang.
Karena  itu  remaja  yang  sedang  dalam  gejolak  pertumbuhan  (13-21 tahun),  yang  kurang  terlatih  dalam  nilai  moral  dan  agama,  mudah  terseret  kepada  mengagumi  dan  meniru  apa  yang  menyenangkan  dan  menggiurkanya.  Perbuatan  salah,  perilaku  menyimpang,  ketidakpuasan  terhadap  orang  tua, dan  mungkin  pula  melakukan  hal-hal  terlarang  dalam  agama  dan  hukum  negara,  merupakan  menunya  sehari-hari.
Sesungguhnya  penyimpangan  sikap  dan  perilaku  anak  dan  remaja  tidak  terjadi  tiba-tiba,  akan  tetapi  melalui  proses  panjang  yang  mendahuluinya.  Disamping  itu  berbagai  faktor  ikut  berperan  dalam  peristiwa  tersebut.  Diantara  faktor-faktor  yang  timbul  dari  dalam  diri  anak  atau  remaja  misalnya  keterbelakangan  kecerdasan,  kegoncangan  emosi  akibat  tekanan  perasaan  (frustasi),  kehilangan  rasa  kasih  sayang  atau  merasa  dibenci,  diremehkan,  diancam,  dihina  dan  sebagainya.  Semua  perasaan  negatif  tersebut  dapat  menyebabkan  seseorang  putus  asa,  bersikap  negatif  terhadap  orang  lain,  bahkan  mungkin  juga  sikap  negatifnya  dihadapkan  kepada  Allah.  Maka  ia  condong  menentang  ajaran  agama,  meremehkan  nilai-nilai  moral  dan  akhlak.  Sikapnya  boleh  jadi  akan  mempengaruhi  atau  mewarnai  seluruh  penampilan  perilakunya,  air  muka  yang  tegang,  benci  dan  menentang  setiap  orang  yang  berkuasa,  merasa  iri  dan  dengki  kepada  orang  yang  melebihi  dirinya,  bahkan  kebencian  diarahkan  pula  kepada  tokoh  masyarakat,  pemuka  agama  dan  pemerintah.
Ada  juga  faktor  negatif  yang  datang  dari  keluarga,  misalnya  orang  tua  tidak  rukun,  sering  bertengkar  dihadapan  anak,  ada  pula  orang  tua  yang  melibatkan  anak  dalam  perselisihan  mereka,  sehingga  si  anak  terombang-ambing  diantara  ibu  dan  bapaknya.  Ada  juga  yang  disebabkan  oleh  perlakuan  tidak  adil  dari  pihak  orang  tua  terhadap  anak-anak,  dan  dia  termasuk  yang  kalah  bersaing  dalam  memperebutkan  perhatian  dan  kasih  sayang  orang  tuanya.[47]


[1] Asep Syamsul M. Romli. op. cit. Hlm.6
[2] Ibid
[3] Pror. Deddy Mulyana, M.A., Rh.D. Ilmu komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet.14. 2010. hlm.68
[4] Wahyu  Ilaihi, M.A. Komunikasi dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. cet.1. 2010. hlm.7
[5] Asep Syamsul M. Romli. op. cit. hlm.7
[6] http://commsciencegroup4.blogspot.co.id/2012/10/teori-komunikasi-lasswell.html?m=1
[7] Wahyu Ilaihi, M.A, op. cit. hlm.1
[8] Ibid. hlm.4
[9] Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah. cet.1. 2009. hlm.1
[10] Warson Munawwir.Kamus Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif. 1994. hlm 439
[11] Wahyu Ilaihi, M.A.op. cit. hlm.4
[12] Ghizali Darussalam. DInamika Ilmu Dakwah Islamiyah. Malaysia: Nurniaga SDN. BHD. cet.1. 1996. hlm.5
[13] Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf. Dirasah Fid Dakwah al-Islamiyah. Kairo: Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, cet.1. 1987. hlm.10
[14] Prof. Toha Yahya Omar, M.A. Ilmu Dakwah. Jakarta: Wijaya. 1979. hlm.1
[15] Prof. H.M. Arifin M.Ed. Psikologi dakwah Suatu PengantarStudi. Jakarta: Bumi Aksara. cet.5. 2000. hlm6
[16] Ibnu Taimiyah. Majmu Al-Fatawa.juz 15. Riyadh: Mathabi Ar-Riyadh. 1985. hlm.185
[17] DR. Bambang Saiful Ma’arif. Komunikasi Dakwah Paradigma untuk Aksi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. cet.1. 2010. Hlm.34
[18] Ibid
[19] DR. Bambang Saiful Ma’arif. op. cit. hlm.38
[20] Ibid
[21] Ibid. hlm.39
[22] Fathul Bahri An-Nabiry. Meniti Jalan Dakwah. Jakarta: Amzah. cet.1. 2008. hlm.134
[23] Imam ‘Abdu ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz. Dakwah Kejalan Allah dan Akhlak Seorang Da’I. Homepage : http://dear.to/abusalma. 2007. Hlm.50
[24] DR. Bambang Saiful Ma’arif. op. cit. hlm.41
[25] Abdul Karim Zaidan. Ushul al-Dakwah. Baghdad: Mu’assasah al-Risalah. Cet.2. hlm.595
[26] M. Munir, S.Ag. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Kencana. Cet.1. 2003. Hlm.162
[27] DR. Bambang Saiful Ma’arif.op. cit. hlm.43
[28] Ishlahi. 1989. Op. cit. Hlm.75
[29] M. Munir, S.Ag. op. cit. Hlm.169
[30] Jalaludin Rahmat. Etika Komunikasi Perspektif Religi. Makalah seminar. Jakarta. Perpustakaan Nasional. 18 mei 1996
[31] M. Munir, S.Ag. op. cit. Hlm.171
[32] Ibid. Hlm.172
[33] M. Arifin.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. 1. 1991. Hlm. 61
[34] Drs. H. Hasanuddin. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Cet.1. 1996. Hlm.35
[35] DR. Bambang Saiful Ma’arif. op. cit. hlm.52
[36] Ibid
[37] E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Cet.1. 2003. hlm.154
[38] Zakiah Deradjat. Kesehatan Mental dan Keluarga. Jakarta: Pustaka Antara. cet.3. 1993. hlm.363
[39] Abdul Mujib. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet.1. 2001. Hlm.199.
[40] Zakiah Daradjat. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Cet.IV.1982. hlm.44
[41]  Andi Mappiare.Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Cet.1. 1984. hlm.68
[42]Netty Hartati. Islam dan Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Cet.1. 2004. hlm.441
[43] Prof. Dra. Sri Rumini. dan Dra. Siti Sundari H.S., M.Pd. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Cet.1. 2004. hlm.53
[44] Muhammad Al-Mighwar. Psikologi Remaja. Bandung : Pustaka Setia. Cet.1. 2006. hlm.55-57
[45]http://www.spengetahuan.com/2015/05/pengertian-akhlak-dalam-islam-terlengkap.html
[46]A. Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Cet.1. 2010. hlm.8
[47] Zakiyah Daradjat. Remaja Harapan Dan Tantangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offisct. Cet.1. 1994. hlm.40-59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar